OPINI : Selalu berada pada posisi papan bawah tingkat kemiskinan di Sulsel, beberapa tokoh masyarakat Jeneponto memandang hal ini sebagai sebuah ironi, bahkan ada yang menyebutnya sebagai paradoks, ibarat tikus mati di lumbung padi.
Padahal dari sisi potensi daerah, Jeneponto dianugerahi alam yang cukup memadai mulai dari luas wilayah dan jumlah penduduk terbesar keempat di Sulsel. Daerah ini memiliki pesisir pantai sepanjang 114 km lebih yang kaya dengan perikanan tangkap dan budidaya, rumput laut, garam, dan wisata.
Di dataran rendah daerah ini memiliki luas potensi lahan sawah irigasi 23.408 Ha (29, 28%) dan lahan sawah tadah hujan 2.862 Ha (3, 58%), selain menghasilkan swasembada beras daerah ini juga produsen jagung kuning terbesar di Sulsel dengan luas tanam mencapai 65, 120 Ha dengan produksi mencapai 6 - 7, 4 ton per hektarnya. Produktivitas pertanian ini terus meningkat seiring beroperasinya waduk Kelara-kareloe yang mampu mengairi hamparan sawah seluas 7 ribu hektar lebih dengan irigasi teknis sehingga petani dalam setahun dapat menanam dengan pola padi-padi-jagung atau palawija. Di dataran tinggi meliputi Kecamatan Kelara dan Rumbia selain dikenal sebagai penghasil kopi dan hortikultura juga mengandung potensi pariwisata yang tidak kalah menarik. Konon buah dan sayuran dari wilayah ini telah diantar-pulaukan sampai ke Kalimantan.
Selain ketiga dimensi pengembangan wilayah pesisir, dataran rendah dan dataran tinggi, daerah ini juga dianugerahi angin yang telah dikonversi menjadi energi listrik terbarukan - melalui PLTB - yang mampu menghasilkan energi listrik 72 MW. Jika ditambahkan dengan unit PLTU yang terdiri dari PLN 2 X 100 MW, Bosowa (1) 2 X 135 MW dan Bosowa (2) 2 X 125 MW maka total energi listrik yang dipasok dari daerah ini untuk Sulsel sebesar 792 MW.
Belum lagi kalau kita bicara potensi migas yang berlokasi di perairan selatan Pabiringa yang saat ini tengah menunggu dieksploitasi. Semua kekayaan alam yang ditopang dengan jumlah SDM yang besar serta etos kerja orang Jeneponto yang tinggi maka sebetulnya tidak ada alasan Jeneponto miskin.
Fakta melimpahnya sumber daya yang dimiliki Jeneponto sekaligus membantah asumsi bahwa daerah ini dianak-tirikan oleh alam, atau jangan-jangan justru dianak-tirikan oleh aparatnya sendiri yang abai alias gagal fokus dalam memotret kondisi yang ada.
Lantas apa penyebab sehingga potensi alam dan SDM yang besar belum mampu mendorong tingkat kesejahteraan masyarakatnya, disinilah perlunya pemimpin daerah memiliki konsep pembangunan yang jelas. Sudah bukan waktunya lagi visi-misi kepemimpinan disusun secara retorika belaka, dengan tagline yang terkesan dibagus-baguskan, hal ini akan berdampak pada kualitas dokumen perencanaan - RPJMD dan RPJPD - yang menjadi acuan pembangunan daerah secara periodik, karena perencanaan yang salah sama saja dengan merencanakan kesalahan. Konsep dan wawasan pembangunan yang kuat dan jelas, yang menyelaraskan semua sumber daya yang dimiliki, mestinya menjadi cerminan komitmen pemimpin dan bukan sekadar alat pencitraan. Agar kekayaan alam yang merupakan karunia Tuhan tidak lagi menjadi ironi apalagi paradoksal dengan masyarakatnya yang tak kunjung sejahtera, sambil berharap Jeneponto tidak lagi di papan bawah dalam kontestasi pembangunan Sulsel.
Sumber: Alumni MEP-UGM Jogja, tinggal di Jeneponto.
Penulis: Nur Alam